
1. Sekitar tahun 1351 M yang menjadi ratu di wilayah Lasem
adalah seorang putrid yang bernama Dewi Indu (Indu Dewi). Beliau adalah
putri dari Raden Kuda Merta dengan Dewi Prabu Hayam Wuruk di Wilwatika.
2. Karena kecantikannya beliau diberi gelar Dewi Purnama Wulan.
3.
Suaminya bernama Pangeran Rajasa Wardana dengan gelar Pangeran Panji
Maladresmi. Beliau juga seorang Dang Puhawang (nahkoda) Wilwatikta, yang
berkuasa di pelabuhan Kaerangan dan pelabuhan Regol Lasem merangkap
sebagai Adipati di Metahun.
4. Dalam zaman pemerintahan Dewi
Indu, masyarakat Lasem sangat tenteram dan makmur karena beliau sangat
bijaksana dalam memegang pemerintahan.
5. Waktu itu masyrakat Lasem beragama Budha dan Syiwa.
6.
Dari hasil perkawinan Dewi Indu dengan Pangeran Rajasa Wardhana
menurunkan Pangeran Bodro Wardhana. Bodro Wardhana menurunkan P. Wijaya
Bodro, P. Wijaya Bodro berputra P. Bodronolo.
7. Dewi Indu meninggal tahun 1382 M, sedang P. Rajasa Wardhana meninggal tahun 1383 M.
8.
Sekitar tahun 1413 M datang seorang nahkoda bernama Bi Nang Un. Ia
mempuyai 2 orang putra, lelaki bernama Bi Nang Na, dan yang perempuan
bernama Bi Nang Ti (Putri Campa)
9. P. Bodronolo kawin dengan Bi Nang Ti (Putri Campa) dan mempuyai 2 orang putra P. Wirabadja dan P. Santi Badjra.
10. Putri Bi Nang Ti setelah kawin dengan P. Bodronolo namanya diganti menjadi Winarti Kusuma Wardhani.
11. Tahun 1468 M P. Bodronolo meninggal, dengan meninggal kan wasiat kepada anaknya :
a. Supaya abu layonya di makamkan kumpul dengan istrinya di Puntuk Regal.
b. Supaya putranya yang bernama P. Wirabadjra pindah ke Bonang.
c. Supaya rakyat nanti diperbolehkan memeluk agama Islam.
12. Selanjutnya yang menjadi dan menduduki Adipati Lasem ialah P. Wirabadjra.
13.
P. Wirabadjra menjadi adipati pada tahun 1470 M. Ia tidak bertempat
tinggal di Pura Kriyan, tetapi pindah di bumi Bonang Binangun, dekat
makam orang tuanya di Puntuk Regal. Adapun Pura Kriyan ditempati adiknya
yang bernama P. Santi Badjra.
14. Ketika P. Wirabadjra
membangun dan berkuasa di Kadipaten Binangun, masyarakat nelayan yang
biasa berlayar ke Tuban Gresik dan Ngampel sudah memeluk Agama Rasul
(Islam).
15. P. Wirabadjra berputra P. Wiranagara, yang pada
waktu kecilnya sudah berguru ke Ngampel, dan akhirnya menikah dengan
putra pertama Maulana Rohmat Sunan Ngampel yang bernama Malekhah.
16. Setelah P. Wirabadjra meninggal, diganti oleh putranya yang bernama P. Wiranagara. Ia menjadi Adipati hanya 5 tahun.
17. P. Wiranagara menikah dengan putrid Malekhah mempunyai 2 putra :
a. Solekhah (istri P. Aria Tun Bun Nahkoda Demak).
b. Seorang anak yang mati etika masih bayi.
18.
Tahun 1479 M Pangeran Wiranagara meninggal, pemerintahan Kadipaten
Binangun dipegang oleh Putri Malekhah (janda P. Wiranegara) yang masih
berumur 28 tahun.
19. Tahun 1480 M, Kadipaten Binangun dipindah
ke Lasem oleh Malekhah dan bertempat di Bumi Cologawan berhadapan dengan
rumah kepanggenan Kriyan yang ditempati oleh P. Santi Puspa.
20. Rumah Kadipaten Malekhah menghadap ke selatan sebelah utara jalan besar, banyak pohon sawo kecil dan kembang kantil.
21. Adapun bekas kadipaten Bonang, disuruh menempati adiknya yang bernama R. Makdum Ibrahim (putra R. Rahmat).
22. Makdum Ibrahim seorang jejaka yang bertugas sebagai guru ngaji dan Modin.
23.
Ketika berumur 30 tahun, beliau diwisuda oleh Sunan Agung Ngampel
sebagai wali Negara Tuban, dalam hal keagamaan dan ketauhidan dengan
pangkat Sunan, dan menempati bekas ndalem/rumah kakaknya Malekhah.
24.
Di Bonang, Makdum Ibrahim bertugas pula menjaga dan mengawasi makam
Putri Campa (Bi Nang Ti) sekalian di Puntuk Regol, dan makam P.
Wirabadjra serta P. Wira Negar di Bumi Keben.
25. Batu yang terdapat di makam Putri Campa diratakan, batunya digunakan untuk sujud (pasujudan).
26. Putri Malekhah memindahkan Kadipaten Binangun ke Lasem dengan maksud :
a. Mendekati P. Sati Puspa, untuk digunakan benteng pengayoman dan penasehat di dalam memegang pusat pemerintahan Lasem.
b.
Mengingat bahwa P. Sati Puspa adalah seorang yang dicintai dan disegani
oleh masyarakat Lasem, dan warga nelayan dari pesisir Demak sampai
Sedayu.
c. Supaya hatinya terhibur sebab ditinggal mati anaknya
dan ditinggal anaknya Solekhah yang dibawa suaminya ke Demak yang
bernama Aria Tum Bun.
27. Untuk menghibur hatinya, Malekhah
membuat gedung dan pertamanan yang diberi nama Taman Setya Tresna, yang
di kemudian hari berubah nama menjadi Caruban.
28. Setelah Makdum Ibrahim menjadi Wali, beliau bertambah giat didalam menyiarkan agama Islam dari Lasem sampai Tuban.
29.
Sebaliknya Malekhah karena selalu bergaul dengan P. Sati Puspa malah
termakan oleh ilmu dan wejangannya, sehingga ia berani meninggalkan
shalat dan puasa, sehingga Sunan Bonang kecewa dan tidak mentaati
perintah Malekhah untuk menjaga makam Putri Campa dan makam Keben.
Selanjutnya pulang ke Pranggakan Tuban sampai berbulan-bulan.
30.
Putri Malekhah menjadi janda sampai umur 39 tahun dan memegang
pemerintahan dalam keadaan aman dan tenteram atas bantuan P. Sati Puspa.
31. Setelah Malekhah meninggal, kekuasaan Kadipaten Lasem
dirangkap oleh P. Sati Puspa dengan dibantu oleh adiknya yang bernama P.
Santi Yoga yang diperintahkan menempati Kadipaten Cologawan.
32.
Karena ditinggal ayahnya ke Majapahit, P. Sati Puspa yang lahir sekitar
tahun 1451 M, ketika berumur 18 tahun, diutus ayahnya menempati rumah
Pura Kriyan bersama ibunya beserta adik-adiknya yang berjumlah 9 orang.
Hingga umur 39 tahun ia belum mau kawin dahulu sebelum adik-adiknya
kawin. Adapun adik-adiknya adalah :
1. Sulastuti, dikawin oleh Adipati Matedun.
2. Santowiro, menjadi Ky. Ageng Bedok.
3. Sulantri, dikawin oleh Tumenggung Pamotan.
4. Sulandjari, dikawin oleh Ky. Ageng Ngatoko di Karangasem dan Genuk.
5. Silarukmi, dikawin oleh Demang Ngadem.
6. Santi Yoga alias Ny. Agung Gede, sebagai Kepala Patol Gede - Sarang.
7. Santi Darmo, Demang Bakaran, daerah Juwono Jakenan.
8. Selogati istri Ky. Ageng Sutiana Criwik.
9. Santi Kusuma.
33.
Santi Kusuma lahir tahun 1468 M. Umur 1 tahun ditinggal pergi ayahnya
ke Majapahit selama 10 tahun, umur 2 tahun ditinggal mati ibunya.
34.
Santi Kusuma kerapkali diajak kakaknya berlayar dan sowan Eyangnya yang
bernama Sunan Bejagung ke Tuban. Sunan Bejagung adalah Adipati Tuban.
35.
Umur 19 tahun Santi Kusuma masuk Islam dengan nama R. Mas Said (P.
Lokawijaya) dan sangat erat hubungannya dengan Sunan Bonang.
36. P. Sati Puspa berputra P. Kusuma Bodro, P. Kusuma Bodro berputra P. Santi Wiro, Santi Wiro berputra P. Tedjakusuma I.
37. P. Tedjakusuma I menurunkan P. Tedjakusuma II-III-IV-V.
38. P. Tedjakusuma I menikah dengan putri Sultan Pajang dan diangkat menjadi Adipati Lasem TAHUN 1585 M.
39.
Tedjakusuma V menurunkan R. Panji Margana (Ki Ageng Tulbaya) R. Panji
menurunkan R. P. Witono, R. Witono menurunkan R. P. Khamzah.
40. Tedjakusuma I, pada tahun 1588 M mendirikan Masjid Lasem, bertempat di sebelah barat alun-alun.
41. Tedjakusuma I, seorang pertapa di Puntuk Punggur. Dan ketika masih kecil diberi parap (gelar) ibunya Bagus Serimpet.
42.
Untuk menyebarkan agama Islam di Lasem, Tedjakusuma I mendatangkan
seorang guru dari Tuban bernama Syeh Maulana Sam Bua Samarkandi pada
tahun 1625 M, dan pada akhirnya Syeh Sam Bua diambil menantu, dikawinkan
dengan putrinya dari garwa selir.
43. Tedjakusuma I, alias Ky.
Ageng Punggur alias Bagus Serimpet wafat pada tahun 1632 M dalam usia 77
tahun, dimakamkan di belakang Masjid Kota Lasem dibelakang imaman.
44.
Syeh Maulana Sam Bua Samarkandi wafat tahun 1653 M dalam usia 61 tahun
dimakamkan di sebelah utara serambi masjid kota Lasem.